ANALISIS WACANA BERDASARKAN STRUKTUR DAN
ASPEK KEBAHASAAN
Analisis wacana
merupakan suatu kajian yang meneliti atau menganalisis bahasa yang digunakan
secara alamiah, baik dalam bentuk tulis maupun lisan. Penggunaan bahasa secara
alamiah tersebut berarti penggunaan bahasa seperti dalam kominikasi
sehari-hari. Stubbs menyatakan bahwa analisis wacana menekankan kajian penggunaan
bahasa dalam konteks sosial, khususnya dalam interaksi antarpenutur.
Data dalam
analisis wacana berupa teks, baik teks lisan maupun teks tulis. Teks disini
mengacu pada bentuk transkripsi rangkaian kalimat ataupun ujaran, seperti yang
telah dipaparkan di atas, kalimat digunakan dalam ragam bahasa tulis sedangkan
ujaran digunakan untuk mengacu pada kalimat dalam ragam bahasa lisan.
Berkenaan
dengan struktur wacana yang dibagi menjadi
tiga bagian, yaitu pendahuluan, inti, dan penutup. Maka dari itu, penulis akan
menganalisis struktur yang terdapat dalam wacana lisan dalam bentuk transkrip
yang berjudul “Beridul Fitri untuk Berdialog dengan Nurani” dan “Ikhtiar Awal Membangun
Keluarga Sakinah”. Selain itu, penulis juga menganalisis aspek kebahasaan
wacana.
ANALISIS WACANA I
“BERIDUL FITRI UNTUK
BERDIALOG DENGAN NURANI”
Dalam wacana “Beridul
Fitri Untuk Berdialog Dengan Nurani” yang ditulis oleh Mohammad Fakhrudin sudah
memenuhi standar keterpaduan sehingga pembacanya dapat mengerti secara langsung
isi, maksud, dan tujuan wacana.
A. Analisis
Struktur Wacana
Struktur wacana terdiri atas:
1.Pendahuluan
Pendahulan
dalam wacana ini berisi tentang sambutan kepada pembaca sebelum memasuki ke
inti wacana agar lebih terstruktur. Tapi dalam pembukaan juga diselipkan
sedikit inti permasalahan yang akan dibahas pada bagian inti. Pendahuluan pada
wacana tersebut terdapat dalam kutipan sebagai berikut:
“Jamaah shalat idul fitri yang
dimuliakan Allah!
Sungguh terlalu banyak jumlahnya sampai tidak mungkin
dapat kita hitung; sungguh terlalu tinggi nilainya hingga tidak mungkin dapat
kita bandingkan dengan apapun kenikmatan yang kita peroleh dari Allah SWT. Sampai saat ini kita
dalam keadaan sehat, sempat, beriman, dan ber-islam.
Semua
itu kita peroleh berkat rahmat, taufik, hidayah, dan inayah-Nya. Dengan semua
itu, pada hari ini, bahkan sejak kemarin, kala sang surya tenggelam, kita
mengagungkan nama Allah. Kita mengucapkan takbir, tahlil, dan tahmid. Kita yang
mampu, sebelum berangkat ke tempat shalat ini menunaikan zakat fitrah. Sekarang
kita melaksanakan shalat Idul Fitri, dengan segala rangkaiannya. Berkenaan
dengan itu, mari kita bersyukur kepada Allah SWT.
Mungkin
di antara keluarga, teman sejawat, atau tetangga kita ada yang sakit pada saat
ini; mungkin sakit fisik, mungkin sakit mental, atau mungkin sakit keduanya.
Akibatnya, mereka tidak dapat hadir di tempat shalat ini atau di tempat lain untuk
menunaikan shalat Idul Fitri atau mendengarkan khotbah. Yang memeprihatinkan
kita ialah jika ada diantara mereka yang pada hari ini tidak mensyukuri nikmat,
tetapi justru berbuat makasiat.
Mari kita doakan, mereka yang sakit
segera sembuh. Yang tertutup hatinya segera mendapat hidayah dari Allah
sehingga kembali ke jalan yang diridai Ilahi Robbi
2.Inti
Inti
khotbah merupakan bagian yang terpenting yang membahas masalah yang akan disampaikan
kepada pembaca. Inti dalam khotbah tersebut terdapat dalam kutipan sebagai
berikut:
1. Idul
Fitri sebagai Satu Kesatuan dengan Ramadlan
Jamaah
shalat Id yang dimuliakan Allah! Idul Fitri sangat erat berkaitan dengan ibadah
Ramadan. Keduanya merupakan satu kesatuan. Idul Fitri merupakan lanjutan
Ramadan, dan Ramadan mendahului Idul Fitri. Oleh karena itu, amalan kita sejak
Idul Fitri juga merupakan satu kesatuan dengan amalan selama Ramadan. Bahkan,
pada bulan Syawal amalan kita harus meningkat karena Syawal berarti
peningkatan.
Tujuan akhir ibadah Ramadan adalah menjadi
orang yang bertakwa. Banyak ayat dalam Al-Quran yang menjelaskan tanda-tanda
orang bertakwa. Di antaranya di dalam surat Ali Imran (3):133-135.



Berdasarkan
ayat-ayat tersebut, orang-orang yang bertakwa adalah orang-orang yang
menafkahkan hartanya, baik pada waktu lapang maupun sempit, menahan amarahnya,
dan memaafkan (kesalahan) orang (lain), orang-orang yang apabila berbuat keji
atau menganiaya diri sendiri, ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap
dosa-dosanya, dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu karena mereka
mengetahui.
Menurut Al-Hasan Al-Bashri, tanda-tanda orang
yang bertakwa sebagai hasil pengalaman ibadah ibadah Ramadan adalah berusaha
mencontoh sifat-sifat Allah SWT. Dalam hubungan ini, ulama umumnya berpendapat
bahwa sifat Allah sebanyak 99 macam, yang terkenal dengan Asma ul Husna.
Sebagian sifat Allah diterangkan di dalam
surat Al-Hasyr (59): 22-24.



“Dialah,
Allah, Yang tiada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia. Yang mengetahui yang
gaib dan yang nyata. Dia-lah yang Maha Pemurah lagi Maha Pengayang. Dia-lah
Allah Yang tiada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia. Raja, Yang Mahasuci,
Yang Mahasejahtera. Yang Mengaruniakan Keamanan, Yang Maha Memelihara, Yang
Mahaperkasa, Yang Mahakuasa, Yang Memiliki Segala Keagungan. Maha Suci Allah
dari apa yang mereka persekutukan. Dia-lah Allah Yang Menciptakan, Yang
Mengadakan, Yang Membentuk Rupa, Yang Mempunyai Nama-Nama, Yang Paling Baik.
Bertasbih kepada-Nya apa yang aa di langit dan di bumi. Dan Dialah Yang Perkasa
lagi Maha Bijaksana.”
Al-Hasan Al-Bashri menjelaskan
bahwa orang yang bertakwa setelah beribadah Ramadan mempunyai tanda-tanda
sebagai berikut: (1) teguh pada keyakinan: teguh tetapi arif; (2) tekun
memuntut ilmu; semakin berilmu, semakin merendah; (3) semakin berkuasa, semakin
bijaksana; (4) tampak berwibawa di depan umum; (5) jelas syukurnya jika
beruntung; (6) menonjol qanaahnya dalam pembagian rizeki; (7) senantiasa
berhias walaupun miskin; (8) selalu cermat; (9) tidak boros walau kaya; (10)
murah hati dan murah tangan; (11) tidak menghina, tidak mengejek; (12) tidak
menghabiskan waktu dalam permainan; (13) tidak berjalan membawa fitnah; (14)
disiplin dalam tugasnya; (15) tinggi dedikasinya; (16) terpelihara
identitasnya; (17) tidak menuntut yang bukan haknya dan tidak menahan hak orang
lain; (18) kalau ditegur ia menyesal; (19) kalau bersalah, ia istighfar, dan
(20) bila dimaki, ia tersenyum sambil berkata “jika makian anda benar, aku
bermohon semoga Tuhan mengampuniku. Dan Jika makian anda keliru aku bermohon semoga
Tuhan mengampunimu.”
Hari ini kita memasuki 1 Syawal 1427
Hijriyah, yaitu bulan peningkatan. Idul fitri merupakan hari kemablinya kita
kepada fitrah, yakni cenderung kepada kesucian. Siapa lagi yang dapat
merasakannya selain orang-orang yang telah sebulan melaksanakan ibadah Ramadan?
Lebih-lebih, kita yang berkewajiban menunaikan zakat fitri telah melaksanakan
kewajiban itu dengan baik. Insya Allah kita termasuk ke dalam golongan orang yang kembali kepada fitrah.
Amin!
2. Kualitas
Ketakwaan: antara Harapan dan Kenyataan
Setelah
berdialog dengan nurani, mari kita secara jujur menjawab pertanyaan ini:
Sudahkan kita mengalami peningkatan keimannan dan ketakwaan yang terwujud pada
perubahan perilaku sebagaimana dijelaskan oleh Al-Hasan Al-Bashri yang sesungguhnya
merujuk pada Al-Quran dan Al-Hadist?
Allah
berfirman dalam Al-Quran surat Fathir (35):32.

“Kemudian
kami wariskan Kitab itu pada mereka, yang Kami pilih dari hamba-hamba Kami,
tetapi sebagian dari mereka menganiaya diri sendiri, dan sebagian dari mereka
tetap, dan sebagian dari mereka berlomba-lomba dalam kebajikan dengan ijin
Allah; yang demikian itu dalah karunia yang besar”
Nah,
masuk kelompok manakah kita? Sering kita menyaksikan perilaku di antara kita
yang menunjukkan keteguhan pada keyakinan dalam ber-Islam, tetapi tidak lagi
menunjukka kearifan. Yang tampak adalah sikap mengklaim bahwa dirinya atau
kelompoknya sebagai yang paling pintar dan benar. Yang lain bodoh dan salah.
Akibatnya terjadilah benturan-benturan yang merapuhkan umat Islam. Dengan
sesame umat Islam tidak saling menghormati,
tatapi saling menghujat, tidak saling
menyayang, tatapi saling menendang, tidak bersikap ramah, tetapi menganggap
remeh dan saling memfitnah.
Jamaah shalat Id yang dimuliakan Allah! Mari
kita berdialog dengan nurani! Apakah sampai saat ini masih ada diantara kita
yang menuntut sesuatu yang bukan haknya dan menahan hak orang lain? Sungguh
memprihatinkan! Diantara para koruptor, yang terbanyak adalah mereka yang
beragama Islam.
Sungguh banyak di antara kita yang jika
ditegur, bukan menyesal, melainkan marah! Jika bersalah bukan Istighfar,
mlainkan pengacara agar dinyatakan benar! Jika dimaki, bukan berdoa mohon atau
memohonkan ampun, melainkan membalas makian itu dengan makian yang jauh lebih
kasar dan kotor!
3. Pendidikan
sebagai Langkah Strategis
Jepang
pernah hancur akibat di bom atom pada tahun 1945. Yang ditanyakan pertama kali
olek Kaisar ketika itu adalah berapa orang guru yang masih tersiksa. Lalu,
dengan sisa guru yang ada Jepang berusaha gigih membangun kembali pendidikan
dan ternyata berhasil membangun citra sebagai bangsa modern yang tetap
berbudaya lisan. Malaysia pun membangun citra sebagai bangsa modern, tetapi
tetap berbudaya Melayu malaui pendidikan. Sampai tahun 70-an ia mengirimkan
mahasiswa dan guru untuk belajar di Indonesia. Namun, mulai 90-an keadaan
berbalik. Indonesia harus belajar padanya. Pada tahun 1997 Malaysia dan
Indonesia sama-sama terkena krisis ekonomi. Namun, Malaysia berhasil mengatasi
krisis ekonomi dengan kekuatan sendiri. Tidak pernah kita baca di koran atau
majalah, tidak kita saksikan berita di televisi tentang korupsi.
Umat
Islam Indonesia dari segi pendidikan sekarang (semakin) tertinggal jauh dari
umat lain, juga uamat Islam di Malaysia ataupun Brunei Darussalam? Mengapa hal
ini terjadi? Anggaran pendidikan terlalu sedikit dan itu pun dikorupsi!
Sampai saat ini, kita belum mampu mengatasi
krisis ekonomi. Yang terjadi bahkan krisis multidimensional dan yang terparah
adalah krisis moral.
4. Dialog
dengan Nurani
Ibadah
Ramadan dan Idul Fitri dapat kita jadikan sebagai sarana untuk berdialog dengan
nurani. Dengan beribadah Ramadan dan ber-Idul Fitri, Insya Allah kita
mengetahui apa kekurangan kita. Selanjutnya,
kita memperbaiki diri sehingga kualitas keimanan dan ketakwaan kita bertambah
tinggi. Mari kita berdialog dengan nurani: Sudahkan kita berakhlak sebagaimana
diterangkan oleh Allah SWT di dalam Al-Quran dan dicontohkan oleh Rasulullah da
dalam kehidupan nyata?
a.
Rasulullah saw
bersabda.
“ Barangsiapa yang hari ini kulaitas iman dan takwanya
lebih baik daripada kemarin, dialah orang yang beruntung. Dan barangsiapa yang
hari ini kualitas iamn dan takwanya sama dengan kemarin, dialah orang yang
merugi. Dan barangsiapa yang hari ini kualitas iman dan takwanya lebih jelek
daripada kemarin dialah orang yang celaka.” (HR Tabrani)
Adakah perbaikan dalam berbagai aspek kehidupan, yakni
akidah, ibadah, dan akhlak secara terus menerus setiap menunaikan ibadah Ramadan?
b.
Idul Fitri
merupakan satu kesatuan dengan ibadah Ramadan. Oleh karena itu, amalan pada
bula Ramadan kita jadikan modal bagi amalan kita pada bulan selanjutnya.
Rencana apa yang telah tersusun untuk hari esok yang lebih daik dari ini?
Apa arti beridul fitri jika hari ini sama dengan kemarin,
esok sama dengan hari ini, malahan mungkin lebih jelek. Apa arti beridul fitri
manakala nurani dibohongi, nikmat Allah pun dikorupsi. Apa arti beridul fitri
jika kebencian tetap kebencian, tak berganti kasih sayang. Ketakacuhan tetap
ketakacuhan tak berganti kepedulian. Dlalim tetap dlalim tetap tak berganti
alim. Kebohongan tetap kebohongan tak berganti kejujuran. Ketumpulan perasaan
tetap ketumpulan tak berganti kepekaan. Apa arti beridul fitri jika kelaparan
berganti gizi buruk. Keluarga miskin berganti gakin. Kenaikan harga berganti
penyesuaian. Perjudian berganti ketangkasan. Tempat maksiat berganti tempat
hiburan. Korupsi berganti penyimpanan penjualan aset negara berganti
privatisasi.
Ya, Allah, aku malu bicara pada-Mu. Engkau Mahasantun
dalam menegur pun. Engkau Maha Pengampun pada dosa besar pun. Engkau Maha
Peramah bukan Pemarah walau aku
bersalah. Ya, Allah, aku malu bicara pada-Mu. Engkau Mahatau segala apa yang
tersimpan apalagi yang berwujud perilaku. Aku saja yang tak dengar padahal aku
padahal punya telinga. Aku saja yang tak sadari padahal punya nurani. Ya,
Allah, aku malu bicara pada-Mu, maka ingin bicara pada diri sendiri pada
hamba-Mu yang kini berada di lapangan ini. Masihkah kita menunggu teguran Allah
yang lebih dahsyat karena kita kita berbuat jahat? Masihkah kita menunggu tak
lagi tegutan tetapi laknat, karena kita bangga berbuat maksiat? Kapan kita bertobat?
3.Penutup
Penutup
merupakan bagian terakhir yang berisi kesimpulan dari apa yang sudah dipaparkan
dalam inti permasalahan dalam wacana. Selain itu, penutup juga berisi
pesan-pesan positif untuk pembaca. Adapun bagian penutup tersebut terdapat
Dallam kutipan sebagai berikut:
“Jamaah shalat Id yang dimuliakan Allah!
Marilah kita berdoa. Ya, Allah, ya Tuhan kami.
Teguhkanlah iman kami, tetapkanlah sikap jiwa kami untuk menjawab segala tentangan, tantangan, dan tantingan yang berada di sekitar kami.
Berilah kami, ya, Allah, kesabaran, kemampuan, dan kekuatan beramal dan
berjihad untuk membela agama-Mu. Ya, Allah, ya, Tuhan kami! Jadikanlah negeri
kami ini negeri yang aman, sejahtera, adil, dan makmur dalam ampunan-Mu.
Tunjukanlah kami, yang benar itu benar, dan berilah kami kekuatan untuk
menegakkan kebenaran itu, dan tunjukanlah kami, yang batil itu batil, dan
berilah kemampuan dan kemauan meningalaknnya. Ya, Allah, ya Tuhan kami! Berilah
kami kebaikan di akhirat, serta jauhkanlah kami dari siksa api neraka.
Maafkanlah kami jika telah menzalimi saudara kami yang seiman, baik dengan kata maupun
dengan perbuatan. Sungguh sedih hidup ini tanpa memperoleh maaf.
Ya, Allah! Muliakanlah kedua orang tua kami sebagaimana
mereka memuliakan kami ketika masih kecil. Maafkan kami wahai, kedua orang tua
kami, insan mulia. Semoga Allah SWT senantiasa menolong dan meridlai kita dan
telah membuat rumah di surga bagi kedua orang tua kita.”
B. Aspek
Kebahasaan Wacana I
1. Penulisan
huruf
Penulisan
SwT dalam wacana tersebut tidak baku, Swt merupakan singkatan dari subhanahu wa ta’ala yang berasal dari
bahasa arab. Penulisan singkatan itu dengan huruf kapital pada huruf <S>
dan <T> tidak sesuai dengan tata cara penulisan dalam KBBI. Penulisan singkatan
itu yang betul adalah SWT.
2. Ejaan
Tidak
dipergunakannya tanda baca koma (,) setelah kata pendidikan dalam wacana
tersebut menyebabkan salah baca. Menurut EYD, tanda baca koma (,) dipakai untuk
menghindari salah baca.
3. Kata
·
Penulisan kata khutbah
tidak sesuai dengan penulisan dalam KBBI. Dalam KBBI, penulisan kata khutbah
yang betul adalah khotbah.
·
Penulisan kata diridloi
dalam wacana tersebut tidak sesuai dengan tata cara penulisan KBBI. Dalam KBBi,
penulisan diridloi
·
Penulisan kata ramadlan
tidak sesuai dengan penulisan dalam KBBI. Dalam KBBI, penulisan kata ramadan
yang betul adalah ramadan.
·
Penulisan kata
Al-Qur’an tidak sesuai dengan penulisan dalam KBBI. Dalam KBBI, penulisan kata
Qur’an yang betul adalah Quran.
·
Penulisan kata rizki
tidak sesuai dengan penulisan dalam KBBI. Dalam KBBI, penulisan kata rizki yang
betul adalah rezeki.
·
Penulisan kata dlalim
tidak sesuai dengan penulisan dalam KBBI. Dalam KBBI, penulisan kata dlalim
yang betul adalah zalim.
·
Penulisan kata shalat
tidak sesuai dengan penulisan dalam KBBI. Dalam KBBI, penulisan kata shalat
yang betul adalah salat.
4. Struktur
kalimat
·
Penggunaan konjungtor
koordinatif dan di awal kalimat. Menurut EYD, dan merupakan konjungtor
koordinatif yang berfungsi menghubungkan kalimat majemuk setara. Jadi, tanda
baca yang digunakan sebelum konjungtor dan bukan tanda baca titik (.) melainkan
tanda baca koma (,).
·
Dalam wacana tersebut
terdapat struktur kalimat yang tidak lengkap,yaitu yang lain bodoh dan salah. kalimat tersebut hanya terdiri atas
subjek dan keterangan. Menurut KBBI, pola dasar kalimat minimal harus memiliki
subjek dan predikat.
5. Struktur
Wacana
Wacana tersebut sudah koheren dan juga
kohesi. Antar kalimat dalam wacana tersebut sudah runtut dan memiliki
kesinambungan.
ANALISIS WACANA II
“IKHTIAR AWAL MEMBANGUN KELUARGA SAKINAH”
Dalam wacana “Ikhtiar
Awal Membangun Keluarga Sakinah” yang ditulis oleh Mohammad Fakhrudin sudah
memenuhi standar keterpaduan sehingga pembacanya dapat mengerti secara langsung
isi, maksud, dan tujuan wacana.
A. Struktur
Wacana
Struktur
wacana terdiri atas:
1.Pendahuluan
Pendahulan
dalam wacana ini berisi tentang sambutan kepada pembaca senelum memasuki ke
inti wacana agar lebih terstruktur. Tapi dalam pembukaan juga diselipkan
sedikit inti permasalahan yang akan dibahas pada bagian inti. Pendahuluan pada
wacana tersebut terdapat dalam kutipan sebagai berikut:
“Ananda,
kenikmatan yang kita peroleh dari
Allah SWT sungguh sangat banyak jumlahnya sampai tidak mungkin dapat kita
hitung; sungguh sangat tinggi nilainya hingga tidak mungkin dapat kita
bandingkan dengan apapun. Sampai saat ini, kita dalam keadaan sehat, sempat, Sampai
saat ini kita dalam keadaan sehat, sempat, beriman, dan ber-islam.
Semua
itu kita peroleh berkat rahmat, taufik, hidayah, dan inayah Nya. Berkenaan dengan itu, mari kita selalu
bersyukur kepada Allah SWT.
Mungkin
di antara keluarga, teman sejawat, atau tetangga kita ada yang sakit pada saat
ini; mungkin sakit fisik, mungkin sakit mental, atau mungkin sakit keduanya.
Yang memprihatinakan kita ialah jika ada di antara mereka yang pada hari ini
tidak mensyukuri nikmat, tetapi justru berbuat maksiat.
Mari
kita doakan; mereka yang sakit segera sembuh. Yang tertutup hatinya segera
mendapat hidayah dari Allah SWT. Sehingga kembali ke jalan yang diridai Ilahi
Rabbi.”
2.Inti
Inti
khotbah merupakan bagian yang terpenting yang membahas masalah yang akan
disampaikan kepada pembaca. Inti dalam khotbah tersebut terdapat dalam kutipan
sebagai berikut:
“Ananda,
pernikahan merupakan ibadah yang sangat indah. Betapa tidak? Setelah nikah, ada
teman beribadah. Ada teman curhat. Ada teman kala suka dan duka.
Mungkin
sebelum menikah Ananda tidak pernah terlambat shalat karena mendengar alarm handphone , atau jam…” (halaman 2 sampai
7)
3.Penutup
Penutup
merupakan bagian terakhir yang berisi kesimpulan dari apa yang sudah dipaparkan
dalam inti permasalahan dalam wacana. Selain itu, penutup juga berisi
pesan-pesan positif untuk pembaca. Adapun bagian penutup tersebut terdapat alam
kutipan sebagai berikut:
B. Aspek
Kebahasaan Wacana II
1. Penulisan
huruf
Penulisan
swt dalam wacana tersebut tidak baku, swt merupakan singkatan subhanahu wa ta’ala yang berasal dari
bahasa arab. Penulisan singkatan itu dengan huruf kecil semua, tidak sesuai
dengan tata cara penulisan dalam kamus besar bahasa Indonesia. Penulisan singkatan
itu yang betul adalah SWT
(paragraf pertama).
2. Ejaan
Digunakannya
tanda baca titik (.) dalam kalimat perincian pada paragraf kelima setelah kata
beribadah, dan kata curhat dalam EYD kalimat perincian menggunakan tanda baca
koma (,)
3. Kata
·
Penulisan kata shalih
dalam wacana tersebut tidak sesuai dengan penulisan dalam kamus besar bahasa
Indonesia. Dalam KBBI, penulisan kata shalih yang betul adalah saleh.
·
Penulisan kata ridla
dalam wacana tersebut tidak sesuai denga tata cara penulisan dalam KBBI. Dalam
KBBI, penulisan kata ridla yang betul adalah rida.
·
Penulisan kata isteri
dalam wacana tersebut tidak sesuai dengan penulisan dalam KBBI. Dalam KBBI,
penulisan kata isteri yang betul adalah istri.
·
Penulisan kata ma’ruf
dalam wacana tersebut tidak sesuai dengan penulisan dalam KBBI. Dalam KBBI,
penulisan kata ma’ruf yang betul adalah makruf.
4. Struktur
kalimat
Struktur
kalimat dalam wacana tersebut sudah memenuhi kriteria kalimat baku.
5. Struktur
wacana
Struktur
wacana tersebut sudah memenuhi kohesi dan koherensi. Antar kalimat dalam wacana
tersebut sudah runtut dan sudah memiliki kesinambungan makna.
C. Aspek
Non kebahasaan Wacana ilmiah
1.Gagasan
atau ide
a. Gagasan
dalam wacana tersebut sudah tertata secara teratur. Gagasan wacana tersebut,
yaitu meningkatkan keimanan dan ketakwaan kita kepada Allah Swt.
b.Butir-butir
dalam wacana tersebut sudah sesuai dengan topik.
c. Struktur
wacana tersebut sudah lengkap, yaitu terdiri atas pembukaan, isi, dan penutup.
2.Penalaran
Penalaran
wacana tersebut sudah benar karena dapat dipahami secara langsung oleh para
pembacanya. Begitu juga kata yang digunakan, menggukan kata umum yang
sehari-hari digunakan dikehidupan sehari-hari.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar