Kamis, 03 April 2014

ANALISIS WACANA BERDASARKAN STRUKTUR DAN ASPEK KEBAHASAAN pada “Beridul Fitri untuk Berdialog dengan Nurani” dan “Ikhtiar Awal Membangun Keluarga Sakinah”

ANALISIS WACANA BERDASARKAN STRUKTUR DAN ASPEK KEBAHASAAN

Analisis wacana merupakan suatu kajian yang meneliti atau menganalisis bahasa yang digunakan secara alamiah, baik dalam bentuk tulis maupun lisan. Penggunaan bahasa secara alamiah tersebut berarti penggunaan bahasa seperti dalam kominikasi sehari-hari. Stubbs menyatakan bahwa analisis wacana menekankan kajian penggunaan bahasa dalam konteks sosial, khususnya dalam interaksi antarpenutur.
Data dalam analisis wacana berupa teks, baik teks lisan maupun teks tulis. Teks disini mengacu pada bentuk transkripsi rangkaian kalimat ataupun ujaran, seperti yang telah dipaparkan di atas, kalimat digunakan dalam ragam bahasa tulis sedangkan ujaran digunakan untuk mengacu pada kalimat dalam ragam bahasa lisan.
Berkenaan dengan struktur wacana yang dibagi menjadi tiga bagian, yaitu pendahuluan, inti, dan penutup. Maka dari itu, penulis akan menganalisis struktur yang terdapat dalam wacana lisan dalam bentuk transkrip yang berjudul “Beridul Fitri untuk Berdialog dengan Nurani dan Ikhtiar Awal Membangun Keluarga Sakinah”. Selain itu, penulis juga menganalisis aspek kebahasaan wacana.


ANALISIS WACANA I
“BERIDUL FITRI UNTUK BERDIALOG DENGAN NURANI”
Dalam wacana “Beridul Fitri Untuk Berdialog Dengan Nurani” yang ditulis oleh Mohammad Fakhrudin sudah memenuhi standar keterpaduan sehingga pembacanya dapat mengerti secara langsung isi, maksud, dan tujuan wacana.

A.    Analisis Struktur Wacana
Struktur wacana terdiri atas:
1.Pendahuluan
Pendahulan dalam wacana ini berisi tentang sambutan kepada pembaca sebelum memasuki ke inti wacana agar lebih terstruktur. Tapi dalam pembukaan juga diselipkan sedikit inti permasalahan yang akan dibahas pada bagian inti. Pendahuluan pada wacana tersebut terdapat dalam kutipan sebagai berikut:
Jamaah shalat idul fitri yang dimuliakan Allah!
Sungguh terlalu banyak jumlahnya sampai tidak mungkin dapat kita hitung; sungguh terlalu tinggi nilainya hingga tidak mungkin dapat kita bandingkan dengan apapun kenikmatan yang kita peroleh dari Allah SWT. Sampai saat ini kita dalam keadaan sehat, sempat, beriman, dan ber-islam.
Semua itu kita peroleh berkat rahmat, taufik, hidayah, dan inayah-Nya. Dengan semua itu, pada hari ini, bahkan sejak kemarin, kala sang surya tenggelam, kita mengagungkan nama Allah. Kita mengucapkan takbir, tahlil, dan tahmid. Kita yang mampu, sebelum berangkat ke tempat shalat ini menunaikan zakat fitrah. Sekarang kita melaksanakan shalat Idul Fitri, dengan segala rangkaiannya. Berkenaan dengan itu, mari kita bersyukur kepada Allah SWT.
Mungkin di antara keluarga, teman sejawat, atau tetangga kita ada yang sakit pada saat ini; mungkin sakit fisik, mungkin sakit mental, atau mungkin sakit keduanya. Akibatnya, mereka tidak dapat hadir di tempat shalat ini atau di tempat lain untuk menunaikan shalat Idul Fitri atau mendengarkan khotbah. Yang memeprihatinkan kita ialah jika ada diantara mereka yang pada hari ini tidak mensyukuri nikmat, tetapi justru berbuat makasiat.
         Mari kita doakan, mereka yang sakit segera sembuh. Yang tertutup hatinya segera mendapat hidayah dari Allah sehingga kembali ke jalan yang diridai Ilahi Robbi
2.Inti
Inti khotbah merupakan bagian yang terpenting yang membahas masalah yang akan disampaikan kepada pembaca. Inti dalam khotbah tersebut terdapat dalam kutipan sebagai berikut:
1.      Idul Fitri sebagai Satu Kesatuan dengan Ramadlan
Jamaah shalat Id yang dimuliakan Allah! Idul Fitri sangat erat berkaitan dengan ibadah Ramadan. Keduanya merupakan satu kesatuan. Idul Fitri merupakan lanjutan Ramadan, dan Ramadan mendahului Idul Fitri. Oleh karena itu, amalan kita sejak Idul Fitri juga merupakan satu kesatuan dengan amalan selama Ramadan. Bahkan, pada bulan Syawal amalan kita harus meningkat karena Syawal berarti peningkatan.
   Tujuan akhir ibadah Ramadan adalah menjadi orang yang bertakwa. Banyak ayat dalam Al-Quran yang menjelaskan tanda-tanda orang bertakwa. Di antaranya di dalam surat Ali Imran (3):133-135.
     
Berdasarkan ayat-ayat tersebut, orang-orang yang bertakwa adalah orang-orang yang menafkahkan hartanya, baik pada waktu lapang maupun sempit, menahan amarahnya, dan memaafkan (kesalahan) orang (lain), orang-orang yang apabila berbuat keji atau menganiaya diri sendiri, ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosanya, dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu karena mereka mengetahui.
   Menurut Al-Hasan Al-Bashri, tanda-tanda orang yang bertakwa sebagai hasil pengalaman ibadah ibadah Ramadan adalah berusaha mencontoh sifat-sifat Allah SWT. Dalam hubungan ini, ulama umumnya berpendapat bahwa sifat Allah sebanyak 99 macam, yang terkenal dengan Asma ul Husna.
   Sebagian sifat Allah diterangkan di dalam surat Al-Hasyr (59): 22-24.
      “Dialah, Allah, Yang tiada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia. Yang mengetahui yang gaib dan yang nyata. Dia-lah yang Maha Pemurah lagi Maha Pengayang. Dia-lah Allah Yang tiada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia. Raja, Yang Mahasuci, Yang Mahasejahtera. Yang Mengaruniakan Keamanan, Yang Maha Memelihara, Yang Mahaperkasa, Yang Mahakuasa, Yang Memiliki Segala Keagungan. Maha Suci Allah dari apa yang mereka persekutukan. Dia-lah Allah Yang Menciptakan, Yang Mengadakan, Yang Membentuk Rupa, Yang Mempunyai Nama-Nama, Yang Paling Baik. Bertasbih kepada-Nya apa yang aa di langit dan di bumi. Dan Dialah Yang Perkasa lagi Maha Bijaksana.”

   Al-Hasan Al-Bashri menjelaskan bahwa orang yang bertakwa setelah beribadah Ramadan mempunyai tanda-tanda sebagai berikut: (1) teguh pada keyakinan: teguh tetapi arif; (2) tekun memuntut ilmu; semakin berilmu, semakin merendah; (3) semakin berkuasa, semakin bijaksana; (4) tampak berwibawa di depan umum; (5) jelas syukurnya jika beruntung; (6) menonjol qanaahnya dalam pembagian rizeki; (7) senantiasa berhias walaupun miskin; (8) selalu cermat; (9) tidak boros walau kaya; (10) murah hati dan murah tangan; (11) tidak menghina, tidak mengejek; (12) tidak menghabiskan waktu dalam permainan; (13) tidak berjalan membawa fitnah; (14) disiplin dalam tugasnya; (15) tinggi dedikasinya; (16) terpelihara identitasnya; (17) tidak menuntut yang bukan haknya dan tidak menahan hak orang lain; (18) kalau ditegur ia menyesal; (19) kalau bersalah, ia istighfar, dan (20) bila dimaki, ia tersenyum sambil berkata “jika makian anda benar, aku bermohon semoga Tuhan mengampuniku. Dan Jika makian anda keliru aku bermohon semoga Tuhan mengampunimu.”

   Hari ini kita memasuki 1 Syawal 1427 Hijriyah, yaitu bulan peningkatan. Idul fitri merupakan hari kemablinya kita kepada fitrah, yakni cenderung kepada kesucian. Siapa lagi yang dapat merasakannya selain orang-orang yang telah sebulan melaksanakan ibadah Ramadan? Lebih-lebih, kita yang berkewajiban menunaikan zakat fitri telah melaksanakan kewajiban itu dengan baik. Insya Allah kita termasuk ke dalam  golongan orang yang kembali kepada fitrah. Amin!
2.      Kualitas Ketakwaan: antara Harapan dan Kenyataan
Setelah berdialog dengan nurani, mari kita secara jujur menjawab pertanyaan ini: Sudahkan kita mengalami peningkatan keimannan dan ketakwaan yang terwujud pada perubahan perilaku sebagaimana dijelaskan oleh Al-Hasan Al-Bashri yang sesungguhnya merujuk pada Al-Quran dan Al-Hadist?
Allah berfirman dalam Al-Quran surat Fathir (35):32.
“Kemudian kami wariskan Kitab itu pada mereka, yang Kami pilih dari hamba-hamba Kami, tetapi sebagian dari mereka menganiaya diri sendiri, dan sebagian dari mereka tetap, dan sebagian dari mereka berlomba-lomba dalam kebajikan dengan ijin Allah; yang demikian itu dalah karunia yang besar”

Nah, masuk kelompok manakah kita? Sering kita menyaksikan perilaku di antara kita yang menunjukkan keteguhan pada keyakinan dalam ber-Islam, tetapi tidak lagi menunjukka kearifan. Yang tampak adalah sikap mengklaim bahwa dirinya atau kelompoknya sebagai yang paling pintar dan benar. Yang lain bodoh dan salah. Akibatnya terjadilah benturan-benturan yang merapuhkan umat Islam. Dengan sesame umat Islam tidak saling menghormati, tatapi saling menghujat, tidak saling menyayang, tatapi saling menendang, tidak bersikap ramah, tetapi menganggap remeh dan saling memfitnah.
   Jamaah shalat Id yang dimuliakan Allah! Mari kita berdialog dengan nurani! Apakah sampai saat ini masih ada diantara kita yang menuntut sesuatu yang bukan haknya dan menahan hak orang lain? Sungguh memprihatinkan! Diantara para koruptor, yang terbanyak adalah mereka yang beragama Islam.
   Sungguh banyak di antara kita yang jika ditegur, bukan menyesal, melainkan marah! Jika bersalah bukan Istighfar, mlainkan pengacara agar dinyatakan benar! Jika dimaki, bukan berdoa mohon atau memohonkan ampun, melainkan membalas makian itu dengan makian yang jauh lebih kasar dan kotor!
3.      Pendidikan sebagai Langkah Strategis
Jepang pernah hancur akibat di bom atom pada tahun 1945. Yang ditanyakan pertama kali olek Kaisar ketika itu adalah berapa orang guru yang masih tersiksa. Lalu, dengan sisa guru yang ada Jepang berusaha gigih membangun kembali pendidikan dan ternyata berhasil membangun citra sebagai bangsa modern yang tetap berbudaya lisan. Malaysia pun membangun citra sebagai bangsa modern, tetapi tetap berbudaya Melayu malaui pendidikan. Sampai tahun 70-an ia mengirimkan mahasiswa dan guru untuk belajar di Indonesia. Namun, mulai 90-an keadaan berbalik. Indonesia harus belajar padanya. Pada tahun 1997 Malaysia dan Indonesia sama-sama terkena krisis ekonomi. Namun, Malaysia berhasil mengatasi krisis ekonomi dengan kekuatan sendiri. Tidak pernah kita baca di koran atau majalah, tidak kita saksikan berita di televisi tentang korupsi.
Umat Islam Indonesia dari segi pendidikan sekarang (semakin) tertinggal jauh dari umat lain, juga uamat Islam di Malaysia ataupun Brunei Darussalam? Mengapa hal ini terjadi? Anggaran pendidikan terlalu sedikit dan itu pun dikorupsi!
   Sampai saat ini, kita belum mampu mengatasi krisis ekonomi. Yang terjadi bahkan krisis multidimensional dan yang terparah adalah krisis moral.
4.      Dialog dengan Nurani
Ibadah Ramadan dan Idul Fitri dapat kita jadikan sebagai sarana untuk berdialog dengan nurani. Dengan beribadah Ramadan dan ber-Idul Fitri, Insya Allah kita mengetahui apa kekurangan kita. Selanjutnya, kita memperbaiki diri sehingga kualitas keimanan dan ketakwaan kita bertambah tinggi. Mari kita berdialog dengan nurani: Sudahkan kita berakhlak sebagaimana diterangkan oleh Allah SWT di dalam Al-Quran dan dicontohkan oleh Rasulullah da dalam kehidupan nyata?
a.       Rasulullah saw bersabda.
“ Barangsiapa yang hari ini kulaitas iman dan takwanya lebih baik daripada kemarin, dialah orang yang beruntung. Dan barangsiapa yang hari ini kualitas iamn dan takwanya sama dengan kemarin, dialah orang yang merugi. Dan barangsiapa yang hari ini kualitas iman dan takwanya lebih jelek daripada kemarin dialah orang yang celaka.” (HR Tabrani)

Adakah perbaikan dalam berbagai aspek kehidupan, yakni akidah, ibadah, dan akhlak secara terus menerus setiap menunaikan ibadah Ramadan?
b.      Idul Fitri merupakan satu kesatuan dengan ibadah Ramadan. Oleh karena itu, amalan pada bula Ramadan kita jadikan modal bagi amalan kita pada bulan selanjutnya. Rencana apa yang telah tersusun untuk hari esok yang lebih daik dari ini?

Apa arti beridul fitri jika hari ini sama dengan kemarin, esok sama dengan hari ini, malahan mungkin lebih jelek. Apa arti beridul fitri manakala nurani dibohongi, nikmat Allah pun dikorupsi. Apa arti beridul fitri jika kebencian tetap kebencian, tak berganti kasih sayang. Ketakacuhan tetap ketakacuhan tak berganti kepedulian. Dlalim tetap dlalim tetap tak berganti alim. Kebohongan tetap kebohongan tak berganti kejujuran. Ketumpulan perasaan tetap ketumpulan tak berganti kepekaan. Apa arti beridul fitri jika kelaparan berganti gizi buruk. Keluarga miskin berganti gakin. Kenaikan harga berganti penyesuaian. Perjudian berganti ketangkasan. Tempat maksiat berganti tempat hiburan. Korupsi berganti penyimpanan penjualan aset negara berganti privatisasi.
Ya, Allah, aku malu bicara pada-Mu. Engkau Mahasantun dalam menegur pun. Engkau Maha Pengampun pada dosa besar pun. Engkau Maha Peramah  bukan Pemarah walau aku bersalah. Ya, Allah, aku malu bicara pada-Mu. Engkau Mahatau segala apa yang tersimpan apalagi yang berwujud perilaku. Aku saja yang tak dengar padahal aku padahal punya telinga. Aku saja yang tak sadari padahal punya nurani. Ya, Allah, aku malu bicara pada-Mu, maka ingin bicara pada diri sendiri pada hamba-Mu yang kini berada di lapangan ini. Masihkah kita menunggu teguran Allah yang lebih dahsyat karena kita kita berbuat jahat? Masihkah kita menunggu tak lagi tegutan tetapi laknat, karena kita bangga berbuat maksiat? Kapan kita bertobat?
3.Penutup
Penutup merupakan bagian terakhir yang berisi kesimpulan dari apa yang sudah dipaparkan dalam inti permasalahan dalam wacana. Selain itu, penutup juga berisi pesan-pesan positif untuk pembaca. Adapun bagian penutup tersebut terdapat Dallam kutipan sebagai berikut:
Jamaah shalat Id yang dimuliakan Allah!
Marilah kita berdoa. Ya, Allah, ya Tuhan kami. Teguhkanlah iman kami, tetapkanlah sikap jiwa kami untuk menjawab segala tentangan, tantangan, dan tantingan yang berada di sekitar kami. Berilah kami, ya, Allah, kesabaran, kemampuan, dan kekuatan beramal dan berjihad untuk membela agama-Mu. Ya, Allah, ya, Tuhan kami! Jadikanlah negeri kami ini negeri yang aman, sejahtera, adil, dan makmur dalam ampunan-Mu. Tunjukanlah kami, yang benar itu benar, dan berilah kami kekuatan untuk menegakkan kebenaran itu, dan tunjukanlah kami, yang batil itu batil, dan berilah kemampuan dan kemauan meningalaknnya. Ya, Allah, ya Tuhan kami! Berilah kami kebaikan di akhirat, serta jauhkanlah kami dari siksa api neraka.
Maafkanlah kami jika telah menzalimi saudara kami yang seiman, baik dengan kata maupun dengan perbuatan. Sungguh sedih hidup ini tanpa memperoleh maaf.
Ya, Allah! Muliakanlah kedua orang tua kami sebagaimana mereka memuliakan kami ketika masih kecil. Maafkan kami wahai, kedua orang tua kami, insan mulia. Semoga Allah SWT senantiasa menolong dan meridlai kita dan telah membuat rumah di surga bagi kedua orang tua kita.

B.     Aspek Kebahasaan Wacana I
1.      Penulisan huruf
Penulisan SwT dalam wacana tersebut tidak baku, Swt merupakan singkatan dari subhanahu wa ta’ala yang berasal dari bahasa arab. Penulisan singkatan itu dengan huruf kapital pada huruf <S> dan <T> tidak sesuai dengan tata cara penulisan dalam KBBI. Penulisan singkatan itu yang betul adalah SWT.
2.      Ejaan
Tidak dipergunakannya tanda baca koma (,) setelah kata pendidikan dalam wacana tersebut menyebabkan salah baca. Menurut EYD, tanda baca koma (,) dipakai untuk menghindari salah baca.
3.      Kata
·   Penulisan kata khutbah tidak sesuai dengan penulisan dalam KBBI. Dalam KBBI, penulisan kata khutbah yang betul adalah khotbah.
·   Penulisan kata diridloi dalam wacana tersebut tidak sesuai dengan tata cara penulisan KBBI. Dalam KBBi, penulisan diridloi
·   Penulisan kata ramadlan tidak sesuai dengan penulisan dalam KBBI. Dalam KBBI, penulisan kata ramadan yang betul adalah ramadan.
·   Penulisan kata Al-Qur’an tidak sesuai dengan penulisan dalam KBBI. Dalam KBBI, penulisan kata Qur’an yang betul adalah Quran.
·   Penulisan kata rizki tidak sesuai dengan penulisan dalam KBBI. Dalam KBBI, penulisan kata rizki yang betul adalah rezeki.
·   Penulisan kata dlalim tidak sesuai dengan penulisan dalam KBBI. Dalam KBBI, penulisan kata dlalim yang betul adalah zalim.
·   Penulisan kata shalat tidak sesuai dengan penulisan dalam KBBI. Dalam KBBI, penulisan kata shalat yang betul adalah salat.
4.      Struktur kalimat
·   Penggunaan konjungtor koordinatif dan di awal kalimat. Menurut EYD, dan merupakan konjungtor koordinatif yang berfungsi menghubungkan kalimat majemuk setara. Jadi, tanda baca yang digunakan sebelum konjungtor dan bukan tanda baca titik (.) melainkan tanda baca koma (,).
·   Dalam wacana tersebut terdapat struktur kalimat yang tidak lengkap,yaitu yang lain bodoh dan salah. kalimat tersebut hanya terdiri atas subjek dan keterangan. Menurut KBBI, pola dasar kalimat minimal harus memiliki subjek dan predikat.
5.      Struktur Wacana
Wacana tersebut sudah koheren dan juga kohesi. Antar kalimat dalam wacana tersebut sudah runtut dan memiliki kesinambungan.

ANALISIS WACANA II
IKHTIAR AWAL MEMBANGUN KELUARGA SAKINAH”
Dalam wacana “Ikhtiar Awal Membangun Keluarga Sakinah” yang ditulis oleh Mohammad Fakhrudin sudah memenuhi standar keterpaduan sehingga pembacanya dapat mengerti secara langsung isi, maksud, dan tujuan wacana.

A.    Struktur Wacana
Struktur wacana terdiri atas:
1.Pendahuluan
Pendahulan dalam wacana ini berisi tentang sambutan kepada pembaca senelum memasuki ke inti wacana agar lebih terstruktur. Tapi dalam pembukaan juga diselipkan sedikit inti permasalahan yang akan dibahas pada bagian inti. Pendahuluan pada wacana tersebut terdapat dalam kutipan sebagai berikut:
“Ananda, kenikmatan yang kita peroleh dari Allah SWT sungguh sangat banyak jumlahnya sampai tidak mungkin dapat kita hitung; sungguh sangat tinggi nilainya hingga tidak mungkin dapat kita bandingkan dengan apapun. Sampai saat ini, kita dalam keadaan sehat, sempat, Sampai saat ini kita dalam keadaan sehat, sempat, beriman, dan ber-islam.
Semua itu kita peroleh berkat rahmat, taufik, hidayah, dan inayah Nya. Berkenaan dengan itu, mari kita selalu bersyukur kepada Allah SWT.
Mungkin di antara keluarga, teman sejawat, atau tetangga kita ada yang sakit pada saat ini; mungkin sakit fisik, mungkin sakit mental, atau mungkin sakit keduanya. Yang memprihatinakan kita ialah jika ada di antara mereka yang pada hari ini tidak mensyukuri nikmat, tetapi justru berbuat maksiat.
Mari kita doakan; mereka yang sakit segera sembuh. Yang tertutup hatinya segera mendapat hidayah dari Allah SWT. Sehingga kembali ke jalan yang diridai Ilahi Rabbi.”
2.Inti  
Inti khotbah merupakan bagian yang terpenting yang membahas masalah yang akan disampaikan kepada pembaca. Inti dalam khotbah tersebut terdapat dalam kutipan sebagai berikut:
“Ananda, pernikahan merupakan ibadah yang sangat indah. Betapa tidak? Setelah nikah, ada teman beribadah. Ada teman curhat. Ada teman kala suka dan duka.
Mungkin sebelum menikah Ananda tidak pernah terlambat shalat karena mendengar alarm handphone , atau jam…” (halaman 2 sampai 7)
3.Penutup
Penutup merupakan bagian terakhir yang berisi kesimpulan dari apa yang sudah dipaparkan dalam inti permasalahan dalam wacana. Selain itu, penutup juga berisi pesan-pesan positif untuk pembaca. Adapun bagian penutup tersebut terdapat alam kutipan sebagai berikut:

B.     Aspek Kebahasaan Wacana II
1.      Penulisan huruf
Penulisan swt dalam wacana tersebut tidak baku, swt merupakan singkatan subhanahu wa ta’ala yang berasal dari bahasa arab. Penulisan singkatan itu dengan huruf kecil semua, tidak sesuai dengan tata cara penulisan dalam kamus besar bahasa Indonesia. Penulisan singkatan itu yang betul adalah SWT (paragraf pertama).
2.      Ejaan
Digunakannya tanda baca titik (.) dalam kalimat perincian pada paragraf kelima setelah kata beribadah, dan kata curhat dalam EYD kalimat perincian menggunakan tanda baca koma (,)
3.      Kata
·   Penulisan kata shalih dalam wacana tersebut tidak sesuai dengan penulisan dalam kamus besar bahasa Indonesia. Dalam KBBI, penulisan kata shalih yang betul adalah saleh.
·   Penulisan kata ridla dalam wacana tersebut tidak sesuai denga tata cara penulisan dalam KBBI. Dalam KBBI, penulisan kata ridla yang betul adalah rida.
·   Penulisan kata isteri dalam wacana tersebut tidak sesuai dengan penulisan dalam KBBI. Dalam KBBI, penulisan kata isteri yang betul adalah istri.
·   Penulisan kata ma’ruf dalam wacana tersebut tidak sesuai dengan penulisan dalam KBBI. Dalam KBBI, penulisan kata ma’ruf yang betul adalah makruf.
4.      Struktur kalimat
Struktur kalimat dalam wacana tersebut sudah memenuhi kriteria kalimat baku.
5.      Struktur wacana
Struktur wacana tersebut sudah memenuhi kohesi dan koherensi. Antar kalimat dalam wacana tersebut sudah runtut dan sudah memiliki kesinambungan makna.

C.     Aspek Non kebahasaan Wacana ilmiah
1.Gagasan atau ide
a. Gagasan dalam wacana tersebut sudah tertata secara teratur. Gagasan wacana tersebut, yaitu meningkatkan keimanan dan ketakwaan kita kepada Allah Swt.
b.Butir-butir dalam wacana tersebut sudah sesuai dengan topik.
c. Struktur wacana tersebut sudah lengkap, yaitu terdiri atas pembukaan, isi, dan penutup.
2.Penalaran

Penalaran wacana tersebut sudah benar karena dapat dipahami secara langsung oleh para pembacanya. Begitu juga kata yang digunakan, menggukan kata umum yang sehari-hari digunakan dikehidupan sehari-hari.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar