Rabu, 02 April 2014

GADIS PANTAI Karya Pramoedya Ananta Toer

GADIS PANTAI
Karya Pramoedya Ananta Toer

Berasal dari sebuah perkampungan nelayan di pantai utara Jawa Tengah, Kabupaten Rembang, ada seorang Gadis Pantai yang baru berusia empatbelas tahun, dia belum mengalami haid, dan belum begitu mendalami agama islam. Ketika itu, di dipaksa menikah oleh orang tuanya. Ketika itu ada seorang priyayi Jawa yang biasa dipanggil dengan sebutan Bendoro ingin memperistrinya, namun hanya sebagai istri percobaan. Sebagai istri percobaan karena isrti sebenarnya hanya dari kalangan yang sederajat. Dan Gadis Pantai bukanlah yang pertama yang mengalami hal tersebut. Di rumah Bendoro, Gadis Pantai diajari sholat, mengaji, nenjahit, dan banyak hal lainnya yang terkait dengan gaya hidup para priyayi.
Sebenarnya ada yang yang tidak suka dengan keberadaan Gadis Pantai di rumah Bendoro, terutama dari keluarga besar  Bendoro. Mereka mengharapkan Bendoro secepatnya mengambil istri yang sederajat. Namun, ada seorang bendoro demak yang juga menginginkan anaknya menikah dengan Bendoro, dan memerintahkan agar menghabisi nyawa Gadis Pantai, saat si Gadis Pantai pulang menjenguk orangtuanya ke desa, namun usahanya gagal.
Setelah kembli dari desa, Gadis Pantai kemudian hamil. Dan kemudian ia melahirkan seorang bayi perempuan. Dan hal tersebut membuat Bendoro kecewa. 3 bulan kemudian, Gadis Pantai diceraikan, lalu dipulangkan dengan paksa dan anaknya harus ditinggal di rumah Bendoro. Hatinya hancur  meninggalkan anaknya di rumah si Bendoro. Gadis Pantai memutuskan untuk tidak pulang ke kampung halamannya sendiri karena dia merasa malu. Tapi ia berbelok ke selatan, ke Blora. Selama sebulan setelah kepergiannya, ia selalu mengawasi keadaan rumah si Bendoro. Namun setelah itu, ia tidak kelihatan lagi.

Novel GADIS PANTAI mengambil latar tempat di kampung nelayan pantai utara di Jawa Tengah  tepatnya di kabupaten Rembang. Adapaun kutipanya mengenai unsur-unsur kebudayaannya sebagai berikut :
Unsur – unsur kebudayaan yang ada dalam novel GADIS PANTAI meliputi :
1.      Sistem organisasi sosial
Sistem organisasi yang diangkat dalan novel Gadis Pantai yaitu : Pada jaman itu masih menganut sistem feodalisme di daerah Jawa yang sangat membedakan kalangan terpandang atau priyayi dengan  warga desa biasa. Lalu, masih adanya saling gotong royong untuk membantu sesama warga yang meerlukan bantuan walupun denagn iming – iming imbalan. Seperti dalam cuplikan: “ wah – wah banyak benar barangnya,” salah seorang penolongnya berkata. “ini barang siapa, Bendoro Putri?” seorang lain bertanya.
“ya, aku yang punya.”
“ mau bibawa kemana?”
“ ke kampung nelayan.”
Tiba-tiba mereka tak bicara lagi, milai menangkuti barang-barang dari dokar dan menyusunnya untuk dipikul. (Gadis Pantai,2003 : 159-160)     
2.      Segi Sosial Budaya
Sosia budaya yang diangkat dalam novel Gadis Pantai yaitu tentang sistem sosial feodalisme dalam budaya masyarakat Jawa yang masih ada dalam cerita. Hal tersebut dilihat dari adanya tokoh priyayi dan seorang bujang wanita dalam cerita Gadis Pantai. Priyayi memiliki kedudukan yang lebih tinggi dibandingkan orang kebanyakan, mereka hidup berkecukupan, Para priyayi menganggap, orang dengan kelas lebih rendah dari dirinya adalah miliknya sepenuhnya. Oleh karena itu, ia berhak mengatur kehidupan mereka. Seperti dalam cuplikan dialog: ”Kau milikku. Aku yang menentukan apa yang kau boleh dan tidak boleh, harus dan mesti kau kerjakan. Diamlah kau sekarang. Malam semakin larut.” (Gadis Pantai, 2003:136). Selain itu ada tokoh sahaya yang hanya menjadi seorang pembantu yang selalu patuh pada semua perintah Bendoronya atau majikannya. Seperti dalam cuplikan dialog : Ya, orang kebanyakan seperti sahaya inilah, bekerja berat tapi makan pun hampir tidak. (Gadis Pantai,2003:54). Selain itu wanita dalam cerita ini berpakaian dengan mengginakan kebaya jawa, seperti dalam cuplikan :“tubuhnya dibalut dengan  kain dan kebaya yang tak pernah diimpikannya bakal punya.” (Gadis Pantai, 2003 : 12)
3.      Bahasa
Karena cerita novel Gadis Pantai mengangkat cirita tentang kehidupan warga di pulau Jawa maka bahasa yang digunakan adalah bahasa Jawa. Namun ada tingkatan bahasa yang digunakan, misalnya bila seorang warga desa bisa berbicara dengan seorang priyayi Jawa harus menggunakan bahasa yang sopan. Misalkan seorang priyayi memanggil pembantunya mka si pembantu menjawab dengan kata “sahaya” . seperti dalam cuplikan dialog : ”Mardi”. Serta jawabannya yang mereka kenal baik : “Sahaya, Bendoro” (Gadis Pantai, 2003: 54)
4.      Sistem religi
Sistem religi dalam cerita Gadis Pantai, agama yang diangkat asalah agama Islam. Da dalam cerita ini, agama  hanya dikenal oleh orang – orang di daerah kota saja, atau orang – orang yang hidup di kota. Sedangkan di daerah pedesaan, khususnya di daerah pesisir belum terlalu mendalami agama. Seperti dalam cuplikan : “untuk pertama kalinya Gadis Pantai bersuci diri dengan wudu dan dengan sendirinya bersiap untuk sembahyang” (Gadis Pantai, 2003:34) dan dalam cuplikan “dan Bendoro telah menyelesaikan  Bismillahirohmanirrohim, sekali lagi mentapnya dari atas permadani sana. Ia tak mampu mengulang menirukan . ia tak pernah diajarkan demikian. Tanpa setahunya airmatanya telah menitik membasahi tepi lubang rukuhnya”. (Gadis Pantai,2003:37) 
5.      Sistem Peralatan Hidup
Sistem peralatan hidup yang diangkat dalam cerita novel Gadis Pantai, yaitu berupa alat transportasi. Dalam cerita alat trensportasi yang digunakan yaitu Bendi atau Delman ataupun disebut dengan Dokar (kendaraan yang ditarik dengan seekor kuda. Seperti dalam cuplikan, : “ kuda kacang yang menarik dokar sarat muatan nampak seperti sedang berjingkrak kepanasan”. (Gadis Pantai, 2003: 141)
6.      Sistem Pencaharian
Sistem pencaharian yang diangkat dalam cerita novel Gadis Pantai yaitu bekerja sebagai nelayan khusunya yang hidup di daerah pesisir pantai. Seperti dalam cuplikan dialog  “Si Dul pendongeng sudah menjadi anak nalayan sejati, Bendoro. “  Timin bersuara. Ya, anak nelayan sejati!” Si Dul pendongeng membenarkan. “ anak nelayan harus jadi nelayan.” (Gadis Pantai, 2003 :230 231)
7.      Kesenian
Kesenian yang ada dalam cerita Gadis Pantai yaitu adanya seorang pendongeng yang sering mendongeng dan berpantun dengan diiringi pukulan suara rebana. Seperti dalam cuplikan: “pukulan rebananya kini kembali jadi tenang, dan dengan suara mantap dia bawakan pantunnya:
Ke manapun si kecil pergi
Ke sanalah penipu menanti  
Orang kampung sifatnya lugu
Sasarn empuk para penipu
Tetapi tetapi – dung-dung-cring dung-dung-cring
Suara rebananya tiba-tiba berubah.” (Gadis Pantai ,2003:213)
8.      Sistem Pengetahuan
Dalam cerita novel Gadis Pantai, warga di sekitar pesisir pantai mesih belum mendalami tentang ajaran-ajaran agama. Namun ada juga warga yang tinggal di kota yang belum diajar pendidikani tentang agama. Seperti dalam cuplikan: “Bendoro bilang kami orang-orangjorok, tak tahu iman, itu miskin, kau mengerti agama?
“sahaya tak pernah belajar ngaji, Mas Nganten.” (Gadis Pantai,2003 : 159)
Selian itu masih ada warga yang belum bisa membaca. Seperti dalam cuplikan :
“sini suratnya,”bapak meminta
“apa gunanya? Bapak tidak bisa baca” (Gadis Pantai 2003: 206)




KESIMPULAN

Novel  Gadis Pantai menceritakan hubungan  antara mas nganten dengan seorang bendoro yang memeliharanya. Bendoro merupakan orang Jawa yang berdarah biru memiliki dedudukan cukup tinggi di suatu daerah,  yang memiliki hubungan dengan pemerintah Belanda. Novel ini cukup kritis membicarakan feodalisme Jawa pada masa itu. Novel  yang mungkin mewakilkan suara rakyat jelata, rakyat dari golongan bawah dalam sistem feodalisme Jawa.Perbedaan yang sangatmendasar, bahwa status sosial sangatlah penting di masa itu. Golongan priyayi (termasuk kaum bendoro) adalah orang-orang berderajat cukup tinggi yang sulit untuk disentuh, apalagi oleh rakyat jelata, mereka berhak memperlakukan apa saja terhadap rakyat bawahnya, termasuk menikahi anak-anak gadis mereka secara sementara, dijadikan sebagai Mas Nganten yang akhirnya ditinggalkan begitu saja.



DAFTAR PUSTAKA


Toer, Pramoedya Ananta. 2003. Gadis Pantai. Jakarta: Lentera Dipantara

Tidak ada komentar:

Posting Komentar